Kehidupan Remaja Dalam Agama Buddha
A. Remaja Masa Kini
Manusia berkembang sejak dari rahim ibunya. Berkembang menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua sampai akhirnya meninggalkan dunia kembali. Remaja didefinisikan sebagi manusia yang mulai beranjak dewasa dan memiliki beberapa spesifikasi seperti orang dewasa. Pria sudah mulai tumbuh rambut di beberapa tempat, jakun mulai tumbuh di lehernya, dan suara basnya berubah menjadi lebih besar. Wanita, akan mengalami sejumlah perubahan pada tubuhnya. Ketika beranjak remaja, bukan hanya tubuh yang berubah tetapi keperibadian maupun tingkah laku juga mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi pada remaja dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Lingkungan keluarga berupa pendidikan dan keharmonisan hubungan dalam keluarga. Lingkungan sekolah berupa pendidikan, suasana sekolah, hubungan guru dan siswa, maupun antara siswa dengan siswa lainya. Lingkungan masyarakat berupa pergaulan antara remaja tersebut dengan remaja lain dan dengan orang-orang disekitar tempat tinggalnya. Ketiga lingkungan itu baik maka diharapkan remaja tumbuh dewasa dengan baik pula.
Berbagai kemajuan di dunia yang begitu pesat dapat menjadi penyebab sulit tumbuhnya tiga lingkungan itu dengan baik. Orang tua yang mencari nafkah sejak subuh hingga larut malam, ibu yang menggapai karier, sehingga tidak jarang sejak bayi, balita sampai anak-anak, hanya diasuh pengasuhnya. Bayi sudah jarang minum air susu ibunya, sehingga sering ada istilah anak besar disusui sapi. Dekapan hangat ibu dan teguran tegas seorang ayah sudah jarang dijumpai dalam keluarga. Komunikasi dan curhat remaja dengan orang tua sudah jauh. Remaja lebih banyak bermain dengan telepon genggam (HP) dan mencurahkan perasaannya melalui media sosial seperti facebook, whatapp, tweeter dan lain sebagainya. Temu muka sudah jarang terjadi, mereka banyak melakukan pertemuan di dunia maya.
Pergaulan yang salah termasuk “pergaulan” lewat dunia maya, sering menimbulkan masalah di masyarakat. Perkelahian antarpelajar, pornografi, kebut-kebutan, tindakan kriminal seperti pencurian dan perampasan barang, peredaran dan pesta obat-obat terlarang, bahkan yang lebih heboh adalah dampak pergaulan bebas yang semakin mengkhawatirkan.
Untuk mencegah terjadinya masalah tersebut, remaja harus mempunyai teman bergaul yang baik. Seperti yang disabdakan Buddha dalam Dhammapada: "Apabila dalam pengembaraanmu engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya ikutilah dia yang akan membawa kebahagiaan dan kesadaran bagi dirimu yang akan menghindarkan dirimu dari kesukaran dan mara bahaya” (Dhammapada 328). Orang tua sebaiknya memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada anak. Pemberian tanggung jawab ini harus dilakukan secara natural. Pemberian tanggung jawab dapat mengurangi anak ‘menghabiskan waktu’ tidak karuan dan sekaligus melatih anak tahu tugas dan kewajiban serta memiliki tanggung jawab rumah tangga. Hal ini melatih remaja untuk disiplin dan mampu memecahkan masalah sehari-hari serta dilatih memiliki kemandirian.
Remaja sebagai salah satu mahkluk sosial, pasti hidup berbaur dengan lingkungan disekitarnya, baik itu di lingkungan keluarga maupun teman sebaya. Alam di sekitarnya langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhinya. Dalam mengaktualisasikan diri di lingkungan, remaja ingin keberadaannya di lingkungan tersebut diterima dan dihargai.
Remaja yang melihat berbagai kesuksesan dan kemajuan di sekitar dirinya akan berupaya untuk mencapainya. Masa depan yang cerah dan kehidupan yang bahagia merupakan dambaan setiap remaja. Harapan indah itu jangan sampai sirna hanya karena kesalahan kecil dan tindakan bodoh yang berakibat fatal. Fenomena yang terjadi saat ini banyak masa depan generasi muda hancur karena terjebak dalam pergaulan bebas. Pergaulan remaja dengan lingkungan yang salah di sekitarnya. Pergaulan bebas dapat dikatakan sebagai bentuk prilaku meyimpang yang melewati batas normanorma yang ada dalam suatu masyarakat.
Banyak remaja yang mengalami penderitaan pada masa pertumbuhan mereka. Banyak remaja yang tidak berpengalaman dalam membangun hubungan dengan lawan jenis mereka. Mereka mencoba untuk menunjukkan keindahan lahiriah dan berusaha menarik perhatian lawan jenis mereka. Remaja yang merasa tersanjung akan dijadikan objek seks. Remajaremaja ini mencoba bukan untuk menjadi diri mereka, tetapi mencoba menjadi seseorang yang mereka anggap dewasa. Mereka takut bahwa jika bersikap seperti apa adanya akan ditertawakan. Tingkah laku semacam ini memungkinkan terjadinya eksploitasi atas diri mereka.
Pergaulan bebas ini dalam agama Buddha disebut pelanggaran sila. Pelanggaran sila tersebut antara lain: membunuh mahkluk hidup seperti kasus aborsi; melakukan tindakan asusila misalnya berpacaran tidak wajar sehingga hamil di luar nikah; mengonsumsi narkoba, minum keras dan sejenisnya yang melemahkan kesadaran; melakukan pencurian dan penipuan. Jika hal ini dibiarkan maka akan menciptakan remaja yang tidak terkendali perbuatan, ucapan dan pikirannya akibat pergaulan bebas. Sabda Buddha: “Seorang yang masih muda memiliki pengendalian diri, tidak melakukan kejahatan, pikirannya terkendali dengan baik, tidak tergoda oleh kesenangan indera disebut sebagai orang suci oleh para bijaksana” (Muni Sutta).
Ada 2 faktor peyebab remaja terjerumus dalam pergaulan bebas yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan dasar karena berhubungan dengan perasaan, sikap dan pikiran dari remaja itu sendiri. Pikiran yang terkontaminasi hal-hal negatif akan membawa dampak negatif pula pada perkembangan jiwa, perasaan dan sikap anak. Seperti sabda Buddha: 'Pikiran adalah pelopor dan segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya” (Dhammapada 1).
Faktor eksternal berasal dari luar dan yang paling berpengaruh adalah pola asuh orang tua. Kurangnya perhatian keluarga atau orang tua menyebabkan anak mencari perhatian lain yang terkadang malah menjerumuskannya ke dalam pegaulan bebas. Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan orang tua yang tidak memadai, meliputi rendahnya pengawasan terhadap remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor utama yang memunculkan kenakalan. Sikap tidak disiplin terjadi karena sikap orang tua yang kasar dan mengasuh anak secara otoriter, kurangnya komunikasi dengan orang tua, perilaku orang tua yang menyimpang sehingga orang tua bercerai, dan ekonomi keluarga yang lemah. Ekonomi lemah terkait kemiskinan yang menyebabkan kebutuhan remaja tidak terpenuhi, memudahkan terjadinya kriminalitas di kalangan remaja.
Salah memilih teman dapat menyebabkan seorang remaja terjerumus ke arah pergaulan bebas. Seperti orang mengikat ikan yang busuk dengan rumput rusa maka rumput rusa pun akan berbau busuk, orang yang tidak melakukan kejahatan bergaul dengan orang yang melakukan kejahatan maka akan dicurigai melakukan kejahatan dan nama buruknya akan berkembang (Sukkhapathana Sutta). Dalam Sigalovadasutta, Buddha menjelaskan bahwa bergaul dengan orang yang buruk normanya merupakan salah satu sebab yang membawa pada kemerosotan batin.
Faktor eksternal lain adalah lingkungan. Lingkungan dengan kebiasaan masyarakat yang buruk akan membawa dampak buruk terhadap perkembangan remaja. Remaja yang tumbuh di lingkungan dengan tingkat kriminalitas yang tinggi dapat mempengaruhi dirinya untuk melakukan kenakalan. Penyalahgunaan teknologi juga dapat menjerumuskan remaja berprilaku menyimpang, seperti penggunaan fasilitas internet untuk membuka situs porno dan berbagai hal yang berbau kekerasan. Einstein mengungkapkan “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh.” Kehidupan remaja dengan dunia modern yang tidak didasari dengan nilai keagamaan juga menjadi penyebab remaja yang berprilaku menyimpang.
Penyebab kenakalan remaja ini harus dicegah atau diatasi. Seperti hujan yang tak dapat menembus rumah yang beratap baik, maka demikian pula nafsu tak dapat masuk ke dalam pikiran yang jernih (Dhammapada 14). Jika seorang remaja sejak dini dibekali dengan landasan moral (sila) yang baik dan remaja itu sendiri rajin melatih pikiran dengan baik maka kemungkinan ia akan terjerumus dalam pergaulan bebas sangatlah kecil. Yang dapat menimbulkan sila ialah malu berbuat jahat (hiri) dan takut akan akibat perbuatan yang salah (ottappa).
Sejak dini remaja harus dikenalkan berbagai kegiatan religius agar dapat membentuk kepribadian yang baik. Hal-hal baik yang ditanamkan dapat menjadi bekal yang dapat membentengi diri dari berbagai hal negatif yang datang dari luar maupun dalam dirinya. Akan lebih baik kalau remaja mengikuti latihan pabbaja atau kegiatan lain di wihara. Kegiatan ini dapat membantu menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam dirinya.
Peran keluarga penting dalam mengawasi perkembangan remaja. Dalam keluarga yang penuh kasih sayang, orang tua mendidik anak agar menghindari kejahatan dan menimbun kebaikan. Pola asuh orang tua terhadap anak hendaknya dilakukan secara maksimal. Orang tua mendidik anaknya dalam kandungan hingga lahir dan tumbuh dewasa yang membawa perubahan tingkah laku yang baik. Anak yang mendapatkan pendidikan yang baik akan berbakti dengan menunjang orang tuanya, membantu pekerjaan mereka, memelihara kehormatan dan tradisi keluarga, menjaga warisan dengan baik dan mendoakan mereka yang telah meninggal dunia (Sigalovada Sutta).
Kewajiban orang tua kepada anak dalam Sigalovada Sutta antara lain: mencegah anak berbuat jahat; menganjurkan anak berbuat baik; memberikan pendidikan profesional kepada anak; mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak; menyerahkan harta warisan kepada anak saat yang tepat. Buddha menegaskan: “Orang tua menjauhkan anaknya dari keinginan jahat, tamak, marah, kikir, penipuan, curang, keras kepala, praduga, angkuh dan sombong, yang menjadi sebab ketidaksempurnaan, yang selalu mengotori moral, anakanak harus dididik untuk hidup bersusila, bertindak dengan pikiran, ucapan dan perbuatan yang baik” (Vatthupama Sutta).
”Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang berbudi rendah, tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur” (Dhammapada 78). "Bergaulah dengan kawan-kawan yang baik, kendalikanlah lima indera maka akan memperoleh ketenangan hidup” (Rahula Sutta). “Tak bergaul dengan orang yang tak bijaksana, bergaul dengan orang yang bijaksana, itu merupakan berkah utama” (Manggala Sutta). “Barang siapa mengikuti kawan-kawan jahat, akan mengalami kehancuran. Barang siapa berpihak pada orang bijaksana akan mencapai kemajuan” (Angutara Nikaya). “Orang harus bergaul dengan kawan yang terpelajar, yang mengetahui ajaran dan memiliki pengetahuan” (Khagavisana Sutta). Buddha menekankan pentingnya pergaulan yang baik, beliau bersabda, “Aku tidak melihat ada satu faktor lain yang sangat menolong seperti bersahabat dengan orang baik (kalyanamitta).” Demikian hendaknya seseorang dalam bergaul di kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri sahabat yang baik antara lain: sahabat penolong, sahabat pada waktu senang dan susah, sahabat yang memberikan nasihat baik dan sahabat yang bersimpati (Sigalovada Sutta).
Selalu waspada, mengendalikan diri dan janganlah tergoda oleh nafsu indera. “Bagai seorang gembala dengan tongkat mengawasi ternaknya, sehingga mereka tidak berkeliaran dan merusak tanaman orang lain,” demikian pula remaja harus dapat mengendalikan dirinya. Janganlah merusak masa depan dengan terjerumus dalam pergaulan bebas.
B. Parabhava Sutta
Parabhavasutta berisi tentang percakapan antara seorang dewa dan Buddha mengenai penyebab keruntuhan spiritual. Malam hari ketika Buddha berdiam di vihara Anathapindika, datanglah dewa menghadap Buddha, menghormat Beliau, dan berdiri di satu sisi. Dewa itu lalu berkata: Saya ingin bertanya kepada-Mu, Gotama, tentang manusia yang menderita keruntuhan. Saya datang kepada-Mu untuk menanyakan penyebab-penyebab keruntuhan itu.
Buddha menjawab: Dia yang mencintai Dhamma akan maju, dia yang membenci Dhamma akan runtuh. Dia yang senang berteman dengan orang jahat dan lebih menyukai ajaran dari orang jahat itu inilah penyebab keruntuhan seseorang. Suka tidur, cerewet, lamban, malas dan mudah marah inilah penyebab keruntuhan seseorang. Dia yang tidak menghormati ayah ibunya inilah penyebab keruntuhan seseorang. Walaupun kaya tapi dia menikmatinya sendirian saja inilah penyebab keruntuhan seseorang. Jika dia menjadi sombong karena keturunan, kekayaan, atau lingkungannya, serta memandang rendah keluarganya inilah penyebab keruntuhan seseorang. Senang mabuk, berjudi, dan berfoya-foya inilah penyebab keruntuhan seseorang.
Dari sabda Buddha ini maka remaja sebaiknya mengikuti pesan itu dengan cara antara lain bergaul dengan teman yang baik. Remaja yang mencintai Dhamma akan mempelajari dan mendalami Dhamma, serta berusaha melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan Dhamma secara konsisten terus menerus batinnya akan bersih, kelakuannya akan menyenangkan orang tua, keluarga, teman maupun orang sekitar. Dalam segala hal remaja ini akan mengalami kemajuan. Remaja yang lebih senang berteman dengan orang jahat bahkan lebih menyukai ajaran dari orang jahat, tentu akan dijauhi teman-teman, tidak disukai oleh orang sekitar, dan akhirnya akan tersisih dari keluarga.
Baca /juga : Dana Kebenaran Dalam Agama Buddha
Sumber : https://annibuku.com/
Komentar
Posting Komentar